Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan boikot Pilpres 2014 (Foto: Ist) |
“Boikot Pilres adalah harga mati. Kita memilih atau tidak memilih,
nasib bangsa Papua Barat akan tetap dijajah dan ditindas oleh negara
kolonial Indonesia,” ujarnya kepada suarapapua.com, Minggu (22/6/2014) sore.
Menurut Ones, sejak tahun 1969, saat dilangsungkan
penyelenggaraan pemilu, hingga kini tahun 2014, rakyat bangsa Papua
Barat tidak pernah memberikan hak politik mereka untuk memilih dan
menentukan presiden dan wakil presiden Indonesia.
“Ini menandakan bahwa rakyat bangsa Papua Barat tidak ingin hidup
dan bersama negara ini. Yang kami tuntut adalah kemerdekaan politik,
dan diselenggarakan referendum secara solusi bermartabat bagi kedua
belah pihak,” ujarnya.
Dikatakan, diplomasi Presiden SBY di tingkat internasional,
maupun kepada warga negara sendiri, selalu menegaskan bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
namun kenyataan di Papua tidak demikian.
“Presiden SBY segera hentikan pembohongan publik, kalau
benar-benar Indonesia negara demokrasi, kenapa saat ini ada 76 tahanan
politik di berbagai penjara Indonesia di tanah Papua.”
“Semua yang ditahan dengan status tapol dalam aktivitasnya
politiknya tidak melakukan kekerasan, atau tidak melakukan perlawanan
kepada pemerintah Indonesia. Mereka hanya melakukan aksi demo damai
tanpa kekerasan, anehnya mereka di hukum hingga 15 sampai 20 tahun
penjara, ini sangat aneh, dan hanya ada di negara Indonesia,” tegasnya.
Ones menilai, selama ini pemerintah Indonesia telah jelas-jelas
menutup ruang demokrasi di tanah Papua, bahkan puluhan mahasiswa
Universitas Cenderawasih yang melakukan demonstrasi damai saja dihadapi
dengan kekuatan militer bersenjata lengkap.
“Coba perhatikan ketika belasan mahasiswa Uncen demo tolak RUU
Otsus Plus di kampus mereka. Pasukan keamanan, baik TNI/Polri lengkap
dengan senjata lengkap akan menghalangi demo mahasiswa. Yang anehnya,
jumlah aparat lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah
massa aksi, dimana yang ada ruang demokrasi, omong kosong saja,”
tegasnya geram.
Karena itu, menurut Ones, tidak memberikan pilihan, atau
memboikot Pilpres tahun 2014 adalah sebuah langkah perlawanan yang perlu
ditempuh rakyat bangsa Papua Barat.
“Kita tunjukan kepada pemerintah Indonesia, dan masyarakat
Internasional, bahwa rakyat bangsa Papua Barat tidak akan berpartisipasi
dalam Pilpres Indonesia. Artinya, agar masyarakat internasional tahu
kalau kita masih terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan
Indonesia,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua I KNPB, Agus Kossay menegaskan, bahwa masa
depan rakyat bangsa Papua Barat tidak berada di tangan dua calon
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang sedang bertarung saat ini.
“Saya mau katakan nasib bangsa Papua Barat kedepannya ada di
tangan kita sendiri. Omong kosong kalau dikatakan setelah Jokowi atau
Prabowo menjadi Presiden, nasib bangsa Papua Barat akan lebih baik, itu
pernyataan-pernyataan omong kosong,” tegas Kossay, kepada
suarapapua.com, Jumat (20/6/2014).
Menurut Kossay, yang dituntut Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat (TPNPB) di hutan-hutan belentara Papua, aktivis-aktivis Papua
merdeka ditempat-tempat pelarian, bersama massa rakyat sejak tahun 1969
higga kini adalah hak politik dan kedaulatan bangsa Papua Barat.
“Kami mau merdeka dan berdaulat sendiri diatas tanah leluher
kami, negeri Melanesia. Kami tidak minta makan, minum, kesejahteraan,
dan iming-iming lainnya, sementara pembantaiaan dan pembunuhan terhadap
orang Papua masih terus dilakukan oleh TNI/Polri.”
“Ini yang harus diingat oleh siapapun orang Papua, juga
pemerintah Jakarta, pimpinan-pimpinan partai politik lokal maupun
nasional juga stop membodohi rakyat Papua dengan sesuatu yang tidak
pasti. Saya minta dengan tegas hentikan aksi-aksi licik itu,” tegas
Kossay.
OKTOVIANUS POGAU
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari