Jayapura, 16/1 (Jubi) – Mahasiswa
Papua yang mewakili masyarakat Papua se Jawa – Bali, membuat pejabat Kementrian
Luar Negeri Indonesia (Kemenlu) panik. Aksi spontan menghadang rombongan Mentri
Luar Negeri negara-negara Melanesia dilakukan sesaat sebelum rombongan akan
bertemu Presiden Indonesia dan Mentri Luar Negeri, Marty Natalegawa.
Sejak pukul 06.00 WIB, Mahasiswa
Papua yang berjumlah sekitar 15 orang sudah berada di depan Lapangan Banteng,
yang tepat bersebelahan dengan Hotel Borobudur.
“Kami berada di Lapangan Banteng sejak pagi, jam 06.00 WIT. Satu orang diantara massa aksi melakukan “pemantauaan” ke dalam hotel terkait keberadaan rombongan MSG yang dikabarkan akan keluar untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia dan Presiden SBY untuk penandatangan “JOINT STATEMENT” terkait kerja sama ekonomi dan pembangunan.” kata Wenas Kobogau, kordinator Aksi, kepada Jubi (15/11).
“Kami berada di Lapangan Banteng sejak pagi, jam 06.00 WIT. Satu orang diantara massa aksi melakukan “pemantauaan” ke dalam hotel terkait keberadaan rombongan MSG yang dikabarkan akan keluar untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia dan Presiden SBY untuk penandatangan “JOINT STATEMENT” terkait kerja sama ekonomi dan pembangunan.” kata Wenas Kobogau, kordinator Aksi, kepada Jubi (15/11).
Sekitar pukul 09.40 WIB, lanjut
Wenas, massa aksi semakin merapat ke depan atau tepat di pintu keluar Hotel
Borobudur yang berseberangan dengan Kementerian Agama. Sekitar pukul 09.45
setelah mendapatkan informasi bahwa rombongan Menteri-menteri negara kawasan
pasifik akan keluar dari Hotel, dan telah tepat berada di depan lobi hotel,
massa langsung menunggu tepat di depan pintu keluar.
Tak lama kemudian, motor pengawal
pejabat kenegaraan keluar dari lobi hotel, disertai iring-iringan rombongan.
Tepat di belakang motor pengawal adalah Menteri Luar Negeri Fiji, Ratu Inoke
Kabuabola (duduk di belakang sebelah kiri), dan duduk bersebelahan dengan salah
satu pejabat tinggi Kepulauaan Salomon lainnya. Di depan sopir, duduk seorang
pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Indonesia.
“Massa secara spontan melakukan aksi
pemalangan, tepat di depan pintu keluar hotel, yang jaraknya sekitar 5 meter ke
jalan utama atau jalan besar. Massa terus berorasi, membentangkan berbagai
spanduk yang berisi kecaman atas sikap para Menlu2 MSG yang tidak bertemu
dengan rakyat Papua Barat. Juga atas sikap mereka yang membangun kerja sama
ekonomi dan pembangunan dengan Indonesia namun mengabaikan hak-hak rakyat Papua
Barat yang mana telah diwakili oleh WPNCL.” kata Wenas.
Belasan pejabat Kemenlu Indonesia
yang ikut dalam rombongan tersebut panik, dan terus mendesak mahasiswa agar
membuka jalan agar para delegasi bisa lewat. Namun massa terus bersikeras, dan
tetap berdiri di depan. Seorang massa aksi menggedor atau mengetok kaca mobil
yang ditumpangi Menlu Fiji yang juga ketua rombongan agar massa bisa
menyerahkan sikap dan aspirasi serta berdialog.
Pejabat Kemenlu Indonesia yang duduk
di depan Menlu Fiji juga berkali-kali membuka dan menutup kaca, juga memohon
agar massa membuka jalan agar rombongan bisa melanjutkan perjalanan. Namun
massa tetap bersikeras, selama Menlu FIji tak membuka kaca mobil dan berdialog
dengan mahasiswa.
“Pejabat Kemenlu Indonesia yang duduk di depan berulang kali memohon agar massa menyerahkan pernyataan sikap pada dia, agar di teruskan ke pejabat MSG, namun hal itu juga ditolak oleh massa.” tambah Wenas.
“Pejabat Kemenlu Indonesia yang duduk di depan berulang kali memohon agar massa menyerahkan pernyataan sikap pada dia, agar di teruskan ke pejabat MSG, namun hal itu juga ditolak oleh massa.” tambah Wenas.
Mahasiswa Papua lainnya, Zet Tabuni,
mengkoreksi pemberitaan di Jubi sebelumnya yang menyebutkan aksi mahasiswa
Papua ini dibubarkan paksa.
“Bukan dibubarkan paksa. Tapi kami yang memutuskan mengakhiri aksi. Rombongan para mentri luar negeri ini karena tak bisa melalui hadangan mahasiswa yang terus melakukan orasi sambil mendesak Menlu Fji agar berdialog, mobil seluruh rombongan dan seluruh penghuni hotel dimundurkan kebelakang. Selanjutnya pintu pagar hotel ditutup rapat-rapat agar rombongan bisa melewati pintu keluar lain yang berada di depan Deplu dan massa tak memaksa masuk ke hotel.” kata Zeth.
“Bukan dibubarkan paksa. Tapi kami yang memutuskan mengakhiri aksi. Rombongan para mentri luar negeri ini karena tak bisa melalui hadangan mahasiswa yang terus melakukan orasi sambil mendesak Menlu Fji agar berdialog, mobil seluruh rombongan dan seluruh penghuni hotel dimundurkan kebelakang. Selanjutnya pintu pagar hotel ditutup rapat-rapat agar rombongan bisa melewati pintu keluar lain yang berada di depan Deplu dan massa tak memaksa masuk ke hotel.” kata Zeth.
Tindakan managemen hotel ini, tambah
Zet, mengundang reaksi mahasiswa Papua yang berunjuk rasa. Sekitar 10 – 15
menit terjadi perdebatan antara mahasiswa dan para pengawal Menlu dan para
petugas pengamanan hotel. Akhirnya, sekitar pukul 11.00 WIB, massa memilih
untuk mundur dan pulang. Namun aksi dan pernyataan sikap kekecewaan atas
kunjungan MSG telah disampaikan.
Pukul 12.00 massa aksi melakukan
konfrensi pers yang di hadiri oleh sekitar 10 wartawan TV dan cetak di Kantor
KontraS, Jakarta. Dalam konferensi pers ini, para mahasiswa Papua menyampaikan
bahwa mereka melakukan aksi penghadangan para Menlu MSG ini karena :
1. Mahasiswa Papua kecewa karena
para perwakilan para Menlu tidak bertemu dengan rakyat Papua Barat, tidak
bertemu dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh adat, dan aktivis pro kemerdekaan
Papua, termasuk perwakilan WPNCL di Papua Barat.
2. Mahasiswa menolak penandatangan kesepakatan bersama Menlu MSG dengan Indonesia, yang berpeluang menolak keanggotaan WPNCL di dalam MSG.
3. Mahasiswa ingin berdialog langsung dengan para Menlu untuk menyampaikan sikap dan tuntutan agar WPCNL di terima sebagai anggota MSG mewakil rakyat Papua Barat.
4. Mahasiswa mempertanyakan alasan rombongan Menlu MSG tidak berada di Papua selama dua hari seperti agenda awal, dan hanya selama 8 jam di Jayapura, dan sempat di drop dengan helikopter militer. Ini ada apa?
5. Mahasiswa juga ingin berdialog dengan para Menlu MSG untuk menyampaikan sikap dan tuntutan rakyat Papua Barat soal “hak penentuan nasib sendiri”.
2. Mahasiswa menolak penandatangan kesepakatan bersama Menlu MSG dengan Indonesia, yang berpeluang menolak keanggotaan WPNCL di dalam MSG.
3. Mahasiswa ingin berdialog langsung dengan para Menlu untuk menyampaikan sikap dan tuntutan agar WPCNL di terima sebagai anggota MSG mewakil rakyat Papua Barat.
4. Mahasiswa mempertanyakan alasan rombongan Menlu MSG tidak berada di Papua selama dua hari seperti agenda awal, dan hanya selama 8 jam di Jayapura, dan sempat di drop dengan helikopter militer. Ini ada apa?
5. Mahasiswa juga ingin berdialog dengan para Menlu MSG untuk menyampaikan sikap dan tuntutan rakyat Papua Barat soal “hak penentuan nasib sendiri”.
Video penghadangan oleh mahasiswa
Papua ini bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=IjKR3MtYu7w&feature=youtu.be
(Jubi/Victor Mambor)
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari