Peta Papua (Doc.Jubi) |
Jayapura, Jubi – Dewan Adat Papua (DAP) membantah pernyataan yang
dilontarkan Polda Papua terkait hilangnya nyawa TNI/Polri oleh
masyarakat Kabupaten Puncak, maka akan di bayar sesuai hukum adat dengan
nilai Rp2 miliar.
Sekretaris Dewan Adat Papua (DAP), Willem Rumaseb membantah jika
pihak dewan adat mengikuti pertemuan bersama aparat keamanan dan
pemerintah di Kabupaten Puncak, terkait pernyataan dari Kepala Bidang
(Kabid) Humas Polda Papua Kombes Sulistyo Pudjo yang menyatakan,
masyarakat akan bayar denda adat Rp2 miliar apabila ada anggota keluarga
masyarakat Kabupaten Puncak membunuh TNI/Polri.
“Pernyataan itu sama sekali tidak berdasar, tujuannya tidak jelas.
Jadi tidak akan menyelesaikan soal di atas (Kabupaten Puncak). Justru
akan menimbulkan kekacauan,” tegas Rumaseb melalui selulernya kepada Jubi, Rabu (1/10).
Menurut Rumaseb, hal tersebut upaya Polda Papua untuk menyederhanakan
soal. “Sekali lagi, saya katakan, pernyataan dari Kabid Humas Polda
Papua itu harus ada dasar pijakan untuk mengungkapkannya. Ketika orang
masuk menjadi polisi (Polri) atau tentara (TNI), itu sudah resiko yang
harus ambil,” ujarnya.
Dalam hal ini, kata Rumaseb, DAP menolak dengan tegas pernyataan yang
telah dikeluarkan polisi. Pada hari Sabtu (27/9) Dewan adat wilayah
Puncak tidak ada dalam pertemuan tersebut. “Kami tidak ada di situ,
karena dewan adat tidak tahu sama sekali,” tegas Rumaseb.
Posisi Polri/TNI, menurut Rumaseb, sangat jelas sebagai bagian dari
sistem pemerintahan yang berlaku yakni menjadi aparat keamanan negara
Indonesia. “Posisi mereka yang melakukan penembakan itu, juga jelas.
Walaupun pemerintah sebut Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) dan lain-lain.
Terakhir mau mencoba sebutkan masyarakat adat,” tegas Rumaseb.
Menurut Rumaseb, kelompok bersenjata itu mengkalim diri sebagai
Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sering
kali ada penembakan selama ini di daerah pegunungan, ia mengakui adanya
TPN-OPM di wilayah pegunungan tengah Papua.
“Saya belum pernah dengar bahwa komunitas adat yang mengaku bahwa
mereka yang lakukan penembakan. Bukan karena itu, polisi bilang harus
menyelesaikan secara adat, ini berusaha menggampangkan selesaikan
masalah dengan cara seperti itu,” kata Rumaseb.
Ia bertanya kembali kepada polisi, masyarakat mana yang bilang harus
bayar adat? Misalnya ada pelaku yang di beri perlindungan oleh keluarga
pelaku seperti bapaknya atau lainnya, menurut Wellem, itu ada aturan
juga yang mengatur.
“Tidak bisa polisi pukul rata (menyamakan hal itu), kalau mau
selesaikan permasalahan, jangan ambil sepenggal saja, kondisi di Puncak
dan lain-lain. Nanti jadinya seperti ini,” ujar Rumaseb.
Alangkah baiknya, kata Rumaseb, pemerintah Indonesia harus buka diri,
bicara mulai dari akar masalahnya, jangan ingin selesaikan masalah
seperti membersihkan air keruh di muara, yang harusnya di mulai dari
mata airnya.
“Niat baik polisi untuk menyelesaikan masalah, itu kami hargai.
Sepanjang Indonesia masih ada di sini (Papua) Polri punya tanggungjawab
penuh dan semua pihak harus membantu untuk jernihkan soal-soal seperti
itu,” kata Rumaseb.
Seperti diberitakan, di media online www.news.detik.com
pada Senin (28/9), berbagai cara pemerintah Kabupaten Puncak, Papua
Barat, guna menangkal paham Organisasi Papua Merdeka (OPM). Salah
satunya dengan menerapkan denda adat Rp 2 miliar apabila ada warga atau
pihak keluarga yang terlibat OPM di Kabupaten Puncak yang diketahui
membunuh anggota TNI/Polri yang berjaga di kawasan tersebut.
Penerapan denda tersebut dihasilkan dari kesepakatan yang ditelurkan
warga dengan pemerintah setempat; bupati, wakil bupatik, tokoh adat,
agama, serta tokoh kepemudaan, dan TNI/Polri. Pertemuan yang digelar
Sabtu (27/9) dan berlangsung 5 jam, mulai pukul 12.00-17.00 WIT,
membahas mengenai keberadaan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi
Papua Merdeka (TPN/OPM) yang kerap ada di wilayah Kabupaten Puncak.
Terdapat empat poin kesepahaman yang ditelurkan, yaitu masyarakat
menolak keberadaan OPM di wilayah Kabupaten Puncak, mendukung penuh
aparat untuk menjaga keamanan ketertiban masyarakat di Kabupaten Puncak,
membangun pos pengamanan TNI/Polri guna menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat sekitar.
“Dan rela membayar denda adat Rp 2 miliar apabila ada anggota
keluarga masyarakat Kabupaten Puncak yang membunuh TNI/Polri. Masyarakat
dan pihak yang ikut serta pembunuhan tersebut akan diproses sesuai
ketentuan hukum yang berlaku,” beber Kabid Humas Polda Papua Kombes
Sulistyo Pudjo saat berbincang dengan detikcom, Minggu (28/9/2013). (Indrayadi TH)
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari