PAPUAN, Jayapura — Gubernur Provinsi Papua,
Lukas Enembe kembali dikecam berbagai pihak di tanah Papua terkait
pernyataannya yang menyebutkan tabloidjubi.com dan Majalah JUBI sebagai
media Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
“Ini seperti pernyataan orang tidak berpendidikan. Bukankah selama
ini JUBI sering memberitakan aktivitas Gubernur Papua, aktivitas
TNI/Polri dan aktivitas pemerintah di Gedung Negara Dok II Jayapura,”
tegas Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Bucthar Tabuni, ketika
dihubungi suarapapua.com, Senin (19/8/2013) kemarin.
Menurut Bucthar, jika media JUBI milik KNPB seperti yang disampaikan
Gubernur Papua di depan Pangdam XVII/Cenderawasih di LP Abepura, tentu
pemberitaan soal aktivitas Gubernur dan TNI/Polri akan dikesampingkan.
“Saya merasa lucu saja. Kenapa seorang Gubernur Papua menunjukan
kebodohannya dengan menyebut media JUBI sebagai media KNPB. Gubernur
tentu akan ditertawakan berbagai pihak di tanah Papua dan luar Papua,”
tegas mantan Ketua Umum KNPB ini.
Senada dengan Bucthar, Dorus Wakum, aktivis hak asasi manusia di
Jayapura menyesalkan pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang
justru akan menjadi boomerang bagi dirinya dan pemerintah provinsi
Papua.
“Media JUBI online dibaca dan dipantau oleh siapa saja di Papua, di
Jakarta, dan dunia internasional,” ujar Wakum kepada suarapapua.com,
siang tadi.
“Saya yakin, pernyataan Gubernur akan menurunkan wibawa dirinya
sendiri. Tentu ini sangat disayangkan, apalagi sampai jika media JUBI
mengambil sikap untuk memboikot pemberitaan tentang Gubernur dan
aktivitas di Gedung Negara Dok II,” ujar Wakum.
Mantan Dosen Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) ini
justru meminta agar Gubernur mengklarifikasi pernyataan tersebut, dan
mengeluarkan permohonan maaf kepada media JUBI agar dapat mengembalikan
citra dirinya.
Sementara itu, menurut Siprianus Bunai, aktivis di Jayapura,
pernyataan seperti itu dikeluarkan Gubernur Papua karena melihat
persoalan secara sepihak, sebab pemberitaan JUBI selama ini sangat
berimbang soal situasi dan kondisi di tanah Papua.
“Saya melihat JUBI selalu memberikan ruang kepada pemerintah, KNPB,
masyarakat adat, termasuk TPN-OPM, jadi keliru sebut JUBI media milik
KNPB,” kata Bunai yang juga Alumnus dari Universitas Atma Jaya, Jakarta
ini.
Pemimpin redaksi JUBI, Victor Mambor mengatakan, stigma seperti itu
bukan hal baru. Dari sejak terbit tahun 2001, JUBI sudah identik dengan
perlawanan sehingga stigmatisasi seperti perkataan Gubernur Papua itu
sudah menjadi resiko bagi siapa saja yang bekerja di JUBI.
“Stigma seperti itu sudah biasa. Yang lebih buruk bahkan pernah kami
alami, dituduh korannya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tapi seorang
Gubernur, menurut saya tak pantas berkata seperti itu. Kapasitas seorang
Gubernur tentu berbeda dengan masyarakat awam yang melihat fenomena
sosial secara hitam putih.” kata Victor Mambor, Pemimpin redaksi
tabloidjubi.com dan Majalah Jubi, seperti ditulis tabloidjubi.com,
beberapa waktu lalu.
Namun, lanjut Mambor, dirinya memahami bahwa tugas seorang Gubernur
mungkin saja membuat Gubernur tak memiliki banyak waktu untuk memahami
fenomena sosial yang terjadi pada masyarakatnya, termasuk memahami
kebijakan redaksional sebuah media massa dan juga peran pers. Hal ini
semestinya menjadi tanggungjawab para “pembisik” Gubernur.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari