Internasional

Pembungkaman Kebebasan Ekspresi dan Tapol di Tanah Papua Meningkat

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy. Foto: www.peacebrigades.org
Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari sependapat dengan Komisi Tindak Kekerasan dan Orang Hilang (Kontras) Papua mengenai meningkatnya upaya aktif Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam membungkam hak kebebasan berekspresi (freedom of expression) di Tanah Papua selama 10 tahun terahir ini sejak tahun 2005 hingga 2014.
Hal ini mengakibatkan meningkatnya pula jumlah tahanan politik (tapol) di Tanah Papua yang kini mencapai jumlah lebih dari 70 orang yang tersebar dan sedang menjalani masa hukuman pada lembaga-lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Jayapura, Biak, Wamena, Merauke dan Nabire).
Meskipun Pemerintah Indonesia sudah memiliki instrumen hukum di bidang hak asasi manusia (HAM) seperti Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Bahkan Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi dan kovenan internasional yang merupakan produk hukum internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai soal upaya perbaikan situasi hak asasi manusia. Akan tetapi dalam banyak kasus, kejadian dan peristiwa pelangggaran HAM tidak pernah berhenti bahkan cenderung terus meningkat jumlahnya dalam tahun 2014 ini.
Berkenaan dengan itu, maka dewasa ini sangat dibutuhkan adanya komitmen yang sungguh dan kuat dari Presiden DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dalam memperbaiki situasi hak asasi manusia di Tanah Papua hingga dewasa ini.
Saya memandang bahwa tidak cukup hanya komitmen, tapi yang terpenting adalah Presiden harus memiliki keinginan kuat dan kemauan keras untuk mengeluarkan perintah untuk dilakukannya perubahan secara signifikan atas situasi HAM di Tanah Papua dengan mengimplementasikan perlunya dilakukan penyelidikan (investigasi) pelanggaran HAM Berat dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan (crime against humanity) di Tanah Papua yang dikoordinir langsung oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Penyelidikan tersebut menurut saya akan lebih baik jika dengan sedapat mungkin melibatkan organisasi masyarakat sipil (OMS) yang berfokus pada soal Hukum dan HAM seperti Kontras, Imparsial, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta serta Lembaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (ELS-HAM) Papua di Jayapura.
Desakan dunia internasional dewasa ini yang terakhir terangkum dalam Pidato Perdana Menteri Vanuatu Moana Caracasses Kalosil 4 Maret 2014 di depan Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa-Swiss menurut saya sangat perlu mendapat respon secara bijak dan realistis oleh Pemerintahan Presiden SBY.
Ini demi memperbaiki citra Pemerintah Negara Indonesia di mata internasional, tapi juga demi memperbaiki tingkat kepercayaan rakyat Papua, khususnya Orang Asli Papua terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sendiri.
Peace,
Yan Christian Warinussy
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Rights and Democracy di Canada/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Salah Satu Staf Ahli Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat/Legal Advisor Bupati Manokwari/Pernah menjadi Staf Ahli Khusus Ketua DPR Papua Barat.

About Suara Duka Dari Papua

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentari

Diberdayakan oleh Blogger.