Suara Papua

Bahasa Sentani Dan Port Numbay Di Ambang Ke Punahan

Peta Danau Sentani dan Sebagian Wilayah Port Numbay ( Ist. )
    Jayapura, 1/4 ( Jubi ) — Bahasa Sentani dan enam bahasa  daerah di  wilayah Port Numbay ( Wilayah Pemerintahan Kota Jayapura ), termasuk dalam puluhan bahasa daerah di Papua yang berada  di ambang kepunahan. Bahasa-bahasa itu terancam punah karena karena para penutur aslinya sudah tidak lagi menggunakan bahasa tersebut secara intensif.
    “Sebagian besar masyarakat asli Sentani dan  masyarakat Port Numbay sudah tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya secara intensif. Bahasa tersebut paling hanya digunakan di kalangan keluarga saja,. Itu pun jumlahnya  sedikit. Bahkan di rumah, orang tua sudah tidak mengajarkan lagi pada anaknya, ini yang menjadi keprihatinan kami,” kata  Kepala Balai Bahasa Papua dan Papua Barat, Supriyanto Widodo, Selasa ( 1/4 ).
    Supriyanto mengaku prihatin, karena  dalam kondisi seperitu itu Pemerintah Daerah seolah tidak mempedulikan hal itu. Pemda,  kata Supriyanto,kurang mempertikan pembangunan di bidang kebudayaan, terutama bahasa daerah.
    “Yang menjadi perhatian Pemda  hanya pembangunan fisik . “Kalau Pemerintah Daerah peduli, paling tidak kepunahan bahasa daerah ini bisa dicegah.Misalnya dengan memanfaatkan kelompok belajar masyarakat, untuk belajar bahasa daerah.  Istilahnya, revitalisasi bahasa daerah,”ungkapnya.
    Kalau Pemerintah Daerah peduli, menurut Supriyanto, sebaiknya disiapkan saja program itu melalui kelompok belajar masyarakat. Perlu juga menyiapkan buku ajar bahasa daerah yang praktis.
    “Itu cara-cara yang bisa digunakan untuk penyelamatan bahasa daerah. Kami sudah jalankan itu di Pemerintah Kota Jayapura pada 2011-2012. Rekomendasi kami adalah membuat buku praktis setiap bahasa daerah yang ada untuk diajarkan kepada kelompok belajar itu,”kata dia.
    Lewi Puhili, jurubicara Ondofolo Hedam Ayapo mengaku  sependapat dengan apa yang dikatakan Kepala Balai Bahasa Papua dan Papua Barat.
    ” Saya sendiri merasakan hal itu. Anak-anak kami di kampung sudah jarang berkomunikasi dengan bahasa ibu. Anak  sampai besar semua bicara dengan bahasa Indonesia,” ujarnya.
    Menurut dia, kalau mendengar orang tua berbahasa daerah, anak-anak yang lahir dan besar di kampung itu mengerti, tetapi ketika diajak berkomunikasi, mereka akan kesulitan membalas atau mengeja dengan baik.
    “Saya sangat setuju, kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Perlu ada tindakan nyata. Kami akan memberikan pemahaman ini kepada warga kami di kampung, agar membiasakan diri untuk berbicara dengan  anak atau dengan sesama warga satu kampung dengan bahasa daerah kami,”tandasnya.(Albert/Jubi )

About Suara Duka Dari Papua

0 komentar:

Posting Komentar

silakan komentari

Diberdayakan oleh Blogger.