PERNYATAAN SIKAP
SOLIDARITAS KORBAN PELANGGARAN HAM (SKP HAM- PAPUA)
Alamat: KontraS Papua Padangbulan Abepura.Email: skphampapua.@gmail.com
“GUGAT KEJAHATAN NEGARA DI TANAH PAPUA”
Kampanye hari “
Internasional Untuk Hak atas Kebenaran dan Korban Pelanggaran HAM Berat
Sedunia. Hak Korban untuk Kebenaran dan Keadilan dilakukan untuk
mendorong perjuangan pemenuhan hak‐hak korban pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) yang berat di Indonesia dan lebih khusus di Tanah Papua.
Peringatan ini selaras dengan seruan Dewan HAM PBB yang mengeluarkan
sebuah resolusi untuk memperingati Hari Internasional untuk Hak atas
Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran HAM yang Berat setiap 24
Maret.
Mengapa Gugat
Kejahatan Negara di Tanah Papua. Pertama, terdapat sejumlah kekerasan
Negara yang dialami oleh rakyat Papua sampai hari ini, Kasus-kasus DOM
di seluruh Tanah Papua sejak 1961-1998; Peristiwa 1977 Wamena &
Timika; Penyederaan Mapnduma 1997; Wamena Berdarah; 6 Juli 1998
Peristiwa Biak Berdarah; 7 Desember 2000 Peristiwa Abepura Berdarah; 13
Juni 2001 Peristiwa Wasior; 10 November 2001 Penculikan Theys H. Heluay
dan Hilangnya Aristoteles Masoka; 6 Oktober 2000 & 4 April 2003
Peristiwa Wamena Berdarah; 16 Maret 2006 Peristiwa Uncen Berdarah; 9
Agustus 2008 Pembunuhan kilat Opinus Tabuni; 3 Agustus 2009 Pembunuhan
kilat Yawan Yaweni; 16 Desember 2009 Pembunuhan Kilat Kelly Kwalik; 19
Oktober 2011 peristiwa KRP III Jayapura; 13 Juni 2012 Peristiwa
Pembunuhan kilat Mako Tabuni; 18 Desember Pembunuhan Kilat Hubert
Mabel; dan kasus-kasus lainya di Tanah Papua. Kedua, hingga saat ini
tidak ada perubahan yang berarti dari mandegnya proses penuntasan
kasus‐kasus pelanggaran HAM yang berat, bahkan ada kecenderungan
menguatnya budaya impunitas dengan membebaskan pelaku, menyembunyikan
kebenaran dengan narasi palsu (tidak berdasarkan fakta), contoh: apa
yang terjadi saat ini? Tanpa memohon maaf kepada rakyat, Tahun 2014 ada
dua Panglima tertinggi yang notabene adalah Pelaku Kejahatan Kemanusiaan
(Wiranto dan Prabowo) mencalonkan diri sebagai Presiden RI periode
2014-2019.
Sedangkan
pemerintah indonesia selalu kampanye tentang pemenuhan, penegakkan dan
perlindungan HAM terhadap rakyat Papua di tingkat internasional dan
terutama Komissi Hak asasi manusia PBB merupakan pembohongan tanpa
bukti dan fakta. Dalam kampanye, Pemerintah Indonesia, seolah-olah
bertanggungjawab untuk menyelesaikannya yaitu dengan mendirikan Komnas
HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan juga menerbitkan
perangkat perundang-undangan, UU 39/99 tentang HAM, UU 26/2000 tentang
Pengadilan HAM, UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta
mandat Otonomi khusus tahun 2001, akan menjamin “Pemajuan ,
Perlindungan dan Penegakan hak asasi manusia di Tanah Papua, Tetapi
ternyata ketika dimandulkan oleh para pelaku pelanggaran HAM,
Pemerintah dalam hal ini instansi terkait diam seribu bahasa. Dengan
cara tarik-ulur proses penanganan kasus Wasior dan Wamena oleh
lembaga-lembaga terkait, dengan menggunakan berbagai alasan,
menunjukkan memang tidak ada niat untuk menuntaskan persoalan HAM di
Papua.
SEMUA,kasus-kasus
Pelanggaran hak asasi manusia yang telah melengkapi penderitaan rakyat
Papua, menginjak harkat dan martabat manusia Papua. Dalam prakteknya
negara masa bodoh, terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.
Bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan tidak pernah mendapat efek jerah,
melainkan lolos dari jeratan hukum dan justru memberikan legistimasi
kepada Negara melalui alat kekauasaan yakni TNI dan Polri untuk terus
melakukan kekerasan di Tanah Papua.
Kriminalisasi
Ruang Demokrasi dan Matinya nilai-nilai Kemanusiaan di Tanah Papua
Sejarah kelam Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua banyak menelan korban
jiwa dan tidak menjadi catatan penting oleh Pemerintah Indonesia untuk
merubah semua kebijakan dalam menegakkan hak asasi manusia Justru
Kebijakan penghilangan nyawa dan melakukan tindakan penangkapan sewenang
wenang menjadi solusi dalam menjawab semua aspirasi keadilan. Label
“separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Kelompok sipil bersenjata
(KSB) menjadi pembenaran oleh Negara untuk melakukan tindakan represif
dan tidak menghargai hukum dan Hak Asasi Manusia. Separatis adalah kata
kunci yang digunakan oleh Militer (TNI/POLRI) untuk membungkam bahkan
menghilangkan nyawa manusia di tanah Papua. Dampaknya hak-hak Tahanan
dibalik Jeruji tidak diperhatikan sebagai manusia, melainkan terjadi
pembiaran ketika mereka sakit, Contoh Filep Karma 2010 terlantar selama
10 bulan di Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura. Kimanus Wenda, Jafray
Murib dan Selpius Bobi semua biaya operasi dan pengobatan menjadi
tanggungan para keluarga dan NGO HAM di Papua. Negara yang penjarakan
mereka lalu dimanakah tanggung jawab Negara?
1. Atas
nama tulang belung dan seluruh korban kejahatan Negara di Tanah Papua,
Mengucapkan trimakasih banyak kepada Perdana Menteri (PM) Vanuatu, Moana
Carcessess Kalosil yang turut mendukung dan menyuarakan situasi
Kejahatan HAM di tanah Papua.
2. Meminta
kepada seluruh jaringan hak asasi Manusia masyarakat Internasional untuk
membentuk solidaritas HAM Internasional dalam rangka kerjabersama
dengan Negara Vanuatu.
3.
Pemerintah Indonesia harus mengakui dan membuka diri terhadap
kejahatan negara yang mengakibatkan banyak korban pelanggaran HAM di
Tanah Papua.
4. Menyesal
dan mengutuk kerja-kerja Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Dewan
Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB) Majelis Rakyat Papua dan Papua
Barat dan seluruh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas pembiaran dan
melegalkan semua kejahatan Kemanusiaan di Tanah Papua
5. Seluruh Komponen perjuangan pro Demokrasi di Tanah Papua untuk bersatu dalam gerakan solidaritas Hak Asasi Manusia.
Jayapura, 24 March 2011
Peneas Lokbere
General Coordinator
Solidarity of the victims and human Rights Abuses Papua
Sumber : www.tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari