|
Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) adalah organ politik yang pada dasarnya sebuah
perwujudan perlawanan politik melawan Pemerintah Pusat, dengan demikian
semua sikap apapun yang disuarakan organisasi ini adalah sikap politik
melawan Pemerintah. Persoalannya menjadi sangat mendasar bagaimana kelahiran
organisasi ini dan legalitasnya, sehingga praktis KNPB adalah
pengejawantahan/wujud nyata organisasi OPM yang secara terbuka bisa tampil
dalam masyarakat.
|
|
Demikian dikemukakan pengamat politik Riska
Prasetya, SIP di Jakarta (21/10) seraya menambahkan, mengingat masalah Papua
ternyata lebih gawat dibandingkan dengan masalah Aceh, maka perlu sikap-sikap
formal yang lebih tegas dinyatakan oleh Pemerintah RI, yaitu sebuah dekrit
yang menyatakan beberapa organisasi di Papua sebagai organisasi terlarang,
yaitu OPM, KNPB dan semua afiliasinya.
”Pemerintah RI sebenarnya selama ini menipu dirinya
sendiri seolah berdaulat penuh di Papua, tetapi sebenarnya kedaulatan
tersebut penuh rongrongan, karena seperti ada api dalam sekam, ada sikap
perlawanan yang latent dan potensial tersembunyi dalam masyarakat,” urainya.
Menurut Riska yang alumnus Universitas Indonesia
ini, segala simbul demokrasi yang pada prakteknya hanya akan dimanipulasi
oleh mereka yang anti integrasi, sebaiknya tidak perlu dilaksanakan
sebagaimana seharusya dan tidakan represi hanya satu-satunya sarana untuk
menghilangkan gerakan anti integrasi.
”RI harus sudah bertekad menghadapi masalah Papua
seperti Pemerintah Maroko menghadapi Gerakan Sahara Barat, Perancis
menghadapi Kelompok Basque, India menghadap Kashmir, Myanmar menghadapi
suku Karen dan berbagai negara Afrika menghadapi suku-suku yang bersikap
separatis dinegaranya,” ujar perempuan berwajah menawan sambil menguraikan
beberapa contohnya.
Sebelumnya, di Cafe Axel Waena, Jl. Raya Expo, Kel.
Waena, Papua, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengadakan jumpa pers yang
dipimpin Agus Kossay didampingi Wim Rocky Medlama, Stracky Yali, anggota
KNPB, dan Tonny Kobak, anggota KNPB, menanggapi aksi unjuk rasa KNPB.
Dalam jumpa persnya (17/10/2013), Agus Kossay
mengatakan, pihak kepolisian telah menghalang-halangi aksi KNPB dengan melakukan
pemblokiran di beberapa titk kumpul khususnya di Kabupaten Jayapura. Sikap
Kapolres Jayapura dan Wakil Bupati Jayapura yang otoriter harus dikoreksi dan
ke depannya diharapkan dapat membuka ruang demokrasi di Kabupaten Jayapura
sehingga rakyat dapat memilih ikut Indonesia atau melakukan referendum.
KNPB menilai, Indonesia adalah negara demokrasi,
sehingga jangan hanya dijadikan sebagai tameng/topeng untuk menjaga nama baik
di tingkat internasional, namun pelaksanaannya di Papua tidak berjalan. KNPB menginginkan
implementasi demokrasi benar-benar dilaksanakan di Papua, dan akan berjuang
secara profesional di bawah penanggung jawab PNWP.(TGR)
SUMBER : http://www.theglobal-review.com
|
0 komentar:
Posting Komentar
silakan komentari